Setitik Goresan Tinta
tentang sejarah ada disini
Setitik Goresan Tinta
tentang sejarah ada disini
Sabtu, 25 Maret 2017
Kemaharajaan VOC
KESERAKAHAN KONGSI
DAGANG VOC
A. LAHIRNYA VOC |
Pada akhir abad ke XVII
perserikatan propinsi-propinsi Negeri Belanda sedang dibawah tekanan akibat
perang kemerdekaan bangsa Belanda melawan Spanyol ( Tahun 1560-1648),
orang-orang Belanda telah bertindak sebagai perantara dalam penjualan
rempah-rempah secara eceran dari Portugal ke Eropa bagian Utara dan Timur,
tetapi perang “Delapanpuluh Tahun” antara Spanyol dan Belanda, Negeri Portugal
ditaklukan oleh Spanyol tahun 1580, Lisbon kota perdagangan terbesar ( terdapat
rempah-rempah yang diangkut dari India, Sri Lanka dan Indonesia) juga ikut
dikuasai, dan perdagangan Belanda disana dilarang. Penutupan akses ke pusat
perdagangan tersebut memang menjadi hambatan bagi bagsa Belanda, namun hal
itulah yang membuka jalan bagi kolonialisme dan imperialisme Belanda. Maka bangsa Belanda lalu berusaha sendiri
mencari jalan ke Asia, mereka ingin mengapalkan sendiri rempah-rempah secara
langsung dari Asia. Orang-orang Portugis berusaha merahasiakan rincian-rincian
jalur pelayaran ke Asia. Usaha mencari jalan sebelah utara Rusia dan Siiberia
gagal. Jalan yang mengelilingi Afrika mereka pelajari dari bangsa Portugis
untuk mempelajari route ke Asia, ada orang Belanda yang bekerja pada mereka.
Yang paling termasyur diantaranya adalah Jan Huygen van Linschoten dan peta
yang dibuat oleh Kartografer Petrus Plancius , hingga pada tahun 1595-1596
menerbitkan buku tentang catatan perjalan ke Timur atau Hindia Portugis yang
memuat peta-peta dan deskripsi mengenai penemuan-penemuan dan rute Portugis
menuju Hindia. Informasi tersebut diperkuat lagi dengan keterangan penjelajah
Belanda Cornelis de Houtman yang pada tahun 1592 diutus oleh pedagang Amsterdam
ke Lisbon (Portugal) untuk menemukan sebanyak mungkin informasi mengenai
Kepulauan Rempah-Rempah. Dari informasi tersebut, para pedagang Belanda
memastikan Banten sebagai tempat untuk membeli rempah-rempah. Sekarang orang-orang
Belanda tidak hanya mengetahui kekayaan
Asia yang melimpah ruah saja, tetapi juga persoalan orang-orang Portugis
disana. Oleh karena itu orang-orang Belanda meningkatkan penyempurnaan kontruksi
kapal dan persenjataan mereka, mereka merasa yakin orang-orang Portugis di Asia
tidak dapat menandingi mereka. Oleh karena bangsa Portugis menguasai Lautan
Hindia dari Persia hingga Malaka dan mereka tak menghendaki bangsa lain datang
kesini, maka Bangsa Belanda terpaksa menjauhi daerah ini. Kapal-kapal Belanda tak
belajar ke India, akan tetapi langsung ke Jawa yang tidak diduduki oleh bangsa
Portugis. ( Burger, 1957: 53)
Pada Tahun 1595 ekspedisi Belanda
yang pertama berlayar ke Hindia Timur yang terdiri dari 4 buah kapal 249 awak
kapal dan 4 pucuk meriam berangkat dibawah pimpinan Cornelis de Houtman.
Rombongan mengambil jalur seperti yang ditempuh Portugis: dari Belanda menuju
pantai barat Afrika, kemudian ke arah Tanjung Harapan, Samudra Hindia, Selat
Sunda dan pada bulan Juni 1596 kapal-kapal de Houtman tiba di Banten, pelabuhan
lada yang terbesar di Jawa Barat. Ekspedisi
yang dipimpin Cornelis tersebut merupakan kontak pertama antara Indonesia
dengan Belanda. Ketika sampai di Banten, Belanda mendapat perseteruan dari
Portugis dan penduduk lokal. Belanda mundur lalu melanjutkan perjalanannya ke
arah timur melalui pantai utara Jawa. Perjalanan tidak berjalan dengan mulus,
Belanda diserang penduduk lokal di Sedayu (12 awak meninggal) dan mendapat
perseteruan dari penduduk lokal Madura (pimpinan lokal terbunuh), karena banyak
korban, akhirnya Belanda pulang ke negerinya dengan membawa rempah-rempah
sebagai keuntungan yang melimpah. Kembalinya Cornelis ke negerinya menyebabkan
bangsa Belanda berbondong-bondong datang ke Nusantara untuk berdagang guna
mencari untung (Ricklefs.
2007: 42). Angkatan kedua di bawah pimpinan van Nede, van
Heemskrerck dan van warwijck. Dalam itu juga ada beberapa kapal yang dikirim ke
Indonesia, ada yang bertolak dari Vlissingen, ada yang dari Middleburg dan
adapula yang dari Rotterdam. Angkatan
ketiga yang dikirim oleh perseroan lama berangkat dalam bulan April 1599,
dibawah pimpinan van der Hegen, sedang yang keempat di bawah van Neck berangkat dalam bulan Juni 1600. Armada
yang dibawa Jacob van Neck lah yang pertama tiba di “Kepulauan rempah-rempah”
dan diterima dengan baik sehingga kapal-kapalnya dapat mengangkut cukup banyak
rempah-rempah hingga menghasilkan keuntungan 400%. Semakin
ramainya pedagang Belanda di Nusantara menyebabkan persaingan dagang semakin
ketat. Pada waktu itu di Banten terdapat 4 perwakilan dagang Belanda yang
bersaing di sana, persaingan di seluruh wilayah Indonesia yang menghasilkan
rempah-rempah itu menyebabkan naiknya harga dan bertambah banyaknya pengiriman
ke Eropa sehingga mengakibatkan semakin kecilnya keuntungan yang peroleh.
Selain itu juga terdapat persaingan dari
bangsa-bangsa lain seperti para pedagang Portugis bersaing dengan pedagang
Spanyol, pedagang Spanyol bersaing dengan Inggris, Inggris bersaing dengan Belanda,
dan seterusnya. ( Kartodirjo, Sartono. 1987: 70)
Oleh karena itu, untuk memperkuat
posisinya di dunia timur masing-masing kongsi dagang dari suatu negara
membentuk persekutuan dagang bersama. Sebagai contoh seperti pada tahun 1600
Inggris membentuk sebuah kongsi dagang yang diberi nama East India Company (EIC).
Kongsi dagang EIC ini kantor pusatnya berkedudukan di Kalkuta, India. Dari
Kalkuta ini kekuatan dan setiap kebijakan Ingris di dunia timur, dikendalikan.
Pada tahun 1811 kedudukan Inggris begitu kuat dan meluas bahkan pernah berhasil
menempatkan kekuasaannya di Nusantara.
Persaingan yang cukup keras juga
terjadi di antarperusahaan dagang orang-orang Belanda. Masing-masing ingin
memenangkan kelompoknya agar mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Kenyataan
ini mendapat perhatian khusus dari pihak pemerintah dan parlemen Belanda,
persaingan antarkongsi Belanda juga akan merugikan Kerajaan Belanda sendiri.
Terkait dengan itu, maka pemerintah dan Parlemen Belanda (Staten Generaal)
pada 1598 mengusulkan agar antarkongsi dagang Belanda bekerja sama membentuk
sebuah perusahaan dagang yang lebih besar. Usulan ini baru terealisasi empat
tahun berikutnya, yakni pada 20 Maret 1602 secara resmi dibentuklah persekutuan
kongsi dagang Belanda di Nusantara sebagai hasil fusi antarkongsi yang telah
ada. Kongsi dagang Belanda ini diberi nama Vereenigde Oost Indische
Compagnie (VOC) atau dapat disebut dengan “Perserikatan Maskapai
Perdagangan Hindia Timur/Kongsi Dagang India Timur”. VOC secara resmi didirikan
di Amsterdam. Adapun tujuan dibentuknya VOC ini antara lain untuk: (1)
menghindari persaingan yang tidak sehat antara sesama kelompok/kongsi pedagang
Belanda yang telah ada, (2) memperkuat kedudukan Belanda dalam menghadapi
persaingan dengan para pedagang negara lain.
VOC dipimpin oleh sebuah dewan
yang beranggotakan 17 orang, sehingga disebut “Dewan Tujuh Belas” (de Heeren
XVII). Mereka terdiri dari delapan perwakilan kota pelabuhan dagang di
Belanda. Markas Besar Dewan ini berkedudukan di Amsterdam. Dalam menjalankan
tugas, VOC ini memiliki beberapa kewenangan dan hak-hak antara lain:
1. Melakukan monopoli perdagangan
di wilayah antara Tanjung Harapan sampai dengan Selat Magelhaens, termasuk
Kepulauan Nusantara,
2. membentuk angkatan perang
sendiri,
3. melakukan peperangan,
4. mengadakan perjanjian dengan
raja-raja setempat,
5. mencetak dan mengeluarkan mata
uang sendiri,
6. mengangkat pegawai sendiri,
dan
7. memerintah di negeri jajahan.
Sebagai sebuah kongsi dagang,
dengan kewenangan dan hak-hak di atas, menunjukkan bahwa VOC memiliki hak-hak
istimewa dan kewenangan yang sangat luas. VOC sebagai kongsi dagang bagaikan
negara dalam negara. Dengan memiliki hak untuk membentuk angkatan perang
sendiri dan boleh melakukan peperangan, maka VOC cenderung ekspansif. VOC terus
berusaha memperluas daerah-daerah di Nusantara sebagai wilayah kekuasaan dan
monopolinya. VOC juga memandang bangsa-bangsa Eropa yang lain sebagai musuhnya.
Mengawali ekspansinya tahun 1605 VOC telah berhasil mengusir Portugis dari
Ambon. Benteng pertahanan Portugis di Ambon dapat diduduki tentara VOC. Benteng
itu kemudian oleh VOC diberi nama Benteng Victoria.
Pada awal pertumbuhannya sampai
tahun 1610, “Dewan Tujuh Belas” secara langsung harus menjalankan tugas-tugas
dan menyelesaikan berbagai urusan VOC, termasuk urusan ekspansi untuk perluasan
wilayah monopoli. Dapat Kamu bayangkan “Dewan Tujuh Belas” yang berkedudukan di
Amsterdam, Belanda mengurus wilayah yang ada di Kepulauan Nusantara. Sudah barang tentu “Dewan Tujuh
Belas” tidak dapat menjalankan tugas sehari-hari secara cepat dan efektif.
Sementara itu persaingan dan permusuhan dengan bangsa-bangsa lain juga semakin
keras. Berangkat dari permasalahan ini maka pada 1610 secara kelembagaan
diciptakan jabatan baru dalam organisasi VOC, yakni jabatan gubernur jenderal.
Gubernur jenderal merupakan jabatan tertinggi yang bertugas mengendalikan
kekuasaan di negeri jajahan VOC. Di samping itu juga dibentuk “Dewan Hindia” (Raad
van Indie). Tugas “Dewan Hindia” ini adalah memberi nasihat dan mengawasi
kepemimpinan gubernur jenderal. ( Buku Siswa. 2014: 23)
B. Kebijakan – Kebijakan VOC di Indonesia
|
· Laksama Pieterszoon
Verhoeven, Simoon Janszoon Hoen dan perlawanan orang-orang Banda
Pada Tahun 1609 para petinggi atau direktur VOC di
Belanda, yang dikenal dengan sebutan Heeren Zevantinen atau Seventeen
Gentlement yang merupakan pemegang saham utama VOC menugaskan ke Indonesia
(Maluku) Laksamana Pieterszoon
Verhoeven. Ketika Verhoeven tiba di Banda, Inggris dibawah pimpinan Kapten
William Keeling telah terlebih dahulu berada disana, berdagang dengan rakyat
Banda juga pedagang Belanda di Banda Neira, karena Verhoven berang, Keeling
mundur ke Pulau Run dan Pulau Ai. Verhoven kemudian bermaksud membangun benteng
dan pos perdagangan di Banda untuk memperkuat cengkraman Belanda namun ditolak
oleh para tetua/ tokoh masyarakat Banda, namun Verhoven tetap membangun benteng
tersebut diatas fondasi benteng Portugiis yang tidak jadi dibangun. Kemudian orang banda melakukan siasat dengan
mengadakan perundingan untuk mengusir Belanda, namun yang terjadi adalah perang
antara orang Banda melawan pasukan verhoven bulan Mei 1609, dalam perlawananan
tersebut, verhoven bersama pasukannya (ooperkoopman/ pedagang senior Jacob Van
Groenwegen terbunuh, peristiwa ini disebut “Pembantaian Banda tahun 1609”. Jan
Pieterszoon Coon juru tulis verhoeven dan kelak menjadi gubernur jendral
keempat VOC, menyaksikan kejadian tersebut dan berhasil lolos. Meskipun demikian,
pembangunan benteng tetap dilakukan di bawah laksamana baru Simon Janszoon Hoen
dan benteng tersebut diberi nama Benteng Nassau. Laksamana Hoen membalas orang
Banda dengan menyerang kampung-kampung di Pantai, menangkap dan membakar
perahu-perahu serta merampas harta kekayaan penduduknya. Meskipun demikian ia
juga mendapat perlawanan dari orang-orang Banda yang mendirikan benteng buatan sendiri di Salamme. Belanda menyerang
dengan melakukan blokade pantai guna menghalangi masuknya pasokan bahan
makanan, akhirnya masayarakat Banda menyerah. Sepeninggal Hoen, Benteng Nassau
menjadi basis VOC di Kepulauan Banda dan dijaga ketat, setelahnya dibangun juga
benteng Belgica. ( Hapsari, Ratna.
2012: 32)
· Gubernur Jendral dan
kebijakannya
Karena
peristiwa ini serta mendesaknya kebutuhan akan kontrol yang lebih ketat atas
monopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia, VOC mengeluarkan perdagangan
rempah-rempah di Indonesia, VOC mengeluarkan kebijakan mengangkat seorang
gubernur jendral VOC di Indonesia. Ada lebih dari 60 Gubernur jendral VOC yang
pernah berkuasa di Indonesia.
Dalam
mewujudkan tujuannya, VOC telah beberapa kali melakukan pergantian pimpinan
kepengurusan. Berikut beberapa nama Gubernur Jendral yang memimpin VOC :
1610-1614
Pieter Both
1614-1615
Gerard Reynest
1616-1619
Laurens Reael
1619-1623
Jan Pieterszoon Coen
1623-1627
Pieter de Carpienter
1627-1629
Jan Pieterszoon Coen
1629-1632
Jacques Specx
1632-1636
Hendrik Brouwer
1636-1645
Antonio van Diemen
1645-1650
Cornelis van der Lijn
1650-1653
Carel Reyniersz
1653-1678
Joan Maetsuycker
1678-1681
Rijckloff van Goens
1681-1684
Cornelis Speelman
1684-1691
Johannes Camphuys
1691-1704
Willem van Outhoorn
1704-1709
Joan van Hoorn
1709-1713
Abraham van Riebereck
1713-1718
Christoffel van Swol
1718-1725
Hendrick Zwaardecroon
1725-1729
Mattheus de Haan
1729-1731
Diederik Durven
1731-1735
Dirk van Cloon
1735-1737
Abraham Patras
1737-1741
Adriaan Valckenier
1741-1743
Johannes Thedens
1743-1750
Gustaaf Willem baron van Imhoff
1750-1761
Jacob Mossel
1761-1775
Petrus Albertus van der Parra
1775-1777
Jeremias van Riemsdijk
1777-1780
Reinier de Klerk
1780-1796
Willem Arnold Alting
1798-
Pieter Gerardus van Overstraten
Secara garis besar, beberapa kebijakan
diantaranya yaitu:
KEBIJAKAN-KEBIJAKAN:
1. Memberlakukan
dua jenis pajak kepada rakyat yaitu contingenten
dan verplichte levarantie.
a. Contingenten
adalah pajak wajib berupa hasil bumi yang langsung dibayarkan kepada VOC, pajak
ini diterapkan di daerah jajahan VOC, misalnya di Batavia.
Sebagian dari hasil bumi wajib
diseerahkan kepada pemerintah sebagai pajak.
b. Verplichte levarantie
adalah penyerahan wajib hasil bumi dengan harga yang telah ditentukan VOC.
Berlaku di daerah jajahan yang tidak secara langsung dikuasai VOC. Misal
dikerajaan Mataram Islam. Rakyat wajib
menjual sebagian dari hasil buminya kepada VOC namu dengan harga yang
ditentukam VOC dan tentu harganya murah
seba diperhitungkan sebagai pajak,
kedua jenis pajak ini dipungut oleh elit-elite pribumi yang bekerja pada
VOC.
2. Menyingkirkan
pedagang-pedagang lain baik dari negara-negara lain maupun pedagang Jawa,
Melayu, Arab dan Cina dari aktivitas rempah-rempah di Indonesia. Hal itu dilakukan
untuk menguasai dan memonopoli penjualan perdagangan rempah-rempah di
Indonesia, sebagai bagian dari kebijakan itu, Belanda (VOC) melarang para
pedagang Maluku menjual rempah-rempahnya kepada bangsa Eropa lain seperti
Inggris.
3. Menentukan
luas areal penanaman rempah-rempah serta menentukan jumlah tanaman
rempah-rempah. Kebijakan ini secara khusus diberlakukan di Maluku, untuk
tanaman cengkeh dan pala.
4. Melakukan
kebujakan ekstripasi, yaitu menebang kelebihan jumlah tanaman agar produksinya
tidak berlebihan sehingga harga tetap dapat dipertahankan. Untuk mendukung
kebijakan ini, Beanda memberlakukan pula kebijakan yan disebut pelayaran Hongi.
5. Mewajibkan
kerajaan-kerajaan yang telah terikat perjanjian dengan VOC untuk menyerahkan
upeti setiap tahun kepada VOC.
6. Mewajibkan
rakyat menanam tanaman tertentu terutama kopi dan hasilnya dijual kepada VOC
dengan harga yang sudah ditentukan VOC.
Dalam rangka
mendukung kebijakan-kebijakannya, secara garis besar VOC melakukan dua hal
sebagai berikut:
1)
VOC tidak segan-segan
menggunakan cara-cara kekerasan untuk menghukum siapa saja yang menentang
kemauan dan kebijakannya. Raja atau sultan yang menolak berdagang dengan
syarat-syarat yang ditentukan oleh VOC ditangkap dan dibuang ke daerah lain.
VOC kemudian mengangkat raja atau sultan yang mau menuruti kemauan VOC.
Raja-raja yang berhasil diajak bekerja sama dengan VOC dilindungi dari berbagai
ancaman internal dan terkadang mendapat imbalan tertentu berupa uang.
2)
Taktik devide et impera (pecah- belahlah dan
kuasai) dengan cara mencampuri urusan dalam negeri setiap kerajaan. Apabila ada
konflik internal dalam keluarga kerajaan, VOC akan menawari bantuan dan
diterima, VOC akan membantu mengalahkan kerajaan lainnya, jika berhasil VOC
akan mengikat kerajaan yang dibantunya tersebut dengan berbagai perjanjian yang
isinya didasarkan pada kepentingan VOC. Contohnya imbalan monopoli perdagangan
atau mendapatan sebagian wilayah yang dikalahkan secara bersama-sama.
Politik ini berhasil dengan baik,
sehingga satu persatu wilayah yang potensial secara ekonomi berhasil dikuasai
VOC. Dengan cara ini, Belanda berhasil mengusir Portugis dari wilayah yang
mereka kuasai di Maluku yang sangat kaya akan rempah-rempah. Dengan cara ini
pula perdagangan lokal antar pulau seperti antara Makassa, Aceh, Mataram dan
Banten serta luar negeri perlahan-lahan lumpuh dan dikuasai Belanda.
A.
Pieter
Both (1610-1614): peletak dasar VOC
Pieter Both (1568-1615) ditunjuk sebagai gubernur jenderal
pada bulan November 1610 sampai 1614 dengan tugas utama yaitu menciptakan
monopoli perdagangan di pulau-pulau di Hindia Belanda hanya dengan Kerajaan
Belanda, dan tidak dengan negara lain , terutama Inggris.
Gubernur jenderal VOC yang
pertama adalah Pieter Both (1610-1614). Sebagai gubernur jenderal yang pertama,
Pieter Both sudah tentu harus mulai menata organisasi kongsi dagang ini
sebaik-baiknya agar harapan mendapatkan monopoli perdagangan di Hindia Timur
dapat diwujudkan. Pieter Both pertama kali mendirikan pos perdagangan di Banten
pada tahun 1610. Pada tahun itu juga Pieter Both meninggalkan Banten dan
berhasil memasuki Jayakarta.
Penguasa
Jayakarta waktu itu, Pangeran Wijayakrama sangat terbuka dalam hal perdagangan.
Pedagang dari mana saja bebas berdagang, di samping dari Nusantara juga dari
luar seperti dari Portugis, Inggris, Gujarat/India, Persia, Arab, termasuk juga
Belanda. Dengan demikian Jayakarta dengan pelabuhannya Sunda Kelapa menjadi
kota dagang yang sangat ramai. Kemudian pada tahun 1611 Pieter Both berhasil
mengadakan perjanjian dengan penguasa Jayakarta, guna pembelian sebidang tanah
seluas 50x50 vadem ( satu vadem sama dengan 182 cm) yang
berlokasi di sebelah timur Muara Ciliwung. Tanah inilah yang menjadi cikal
bakal hunian dan daerah kekuasaan VOC di tanah Jawa dan menjadi cikal bakal
Kota Batavia. Di lokasi ini kemudian didirikan bangunan batu berlantai dua
sebagai tempat tinggal, kantor dan sekaligus gudang. Pieter Both juga berhasil
mengadakan perjanjian dan menanamkan pengaruhnya di Maluku dan berhasil
mendirikan pos perdagangan di Ambon.
Setelah
Pieter Both mendirikan pos
perdagangan di Banten dan Jakarta (1610). Ia lalu membangun markas besar di
Ambon, ia juga berhasil megadakan perjanjian dagang dengan Maluku. Menaklukan
Pulau Timor, serta mengusir Spanyol dari Tidore.
Meski berkantor pusat di Ambon, Both
juga mendirikan kantor dagang VOC mula-mula di Banten (1610) lalu kemudian di
Jayakarta (1611). Pendirian kantor atas izin Kesultanan Banten,yang pada waktu
menguasai Jayakarta, bangunanitu disebut Nassau
Huis. Both memilih Jayakarta sebagai basis administrasi dan perdagangan VOC
dari pada pelabuhan Banten karena Jayakarta belum banyak disentuh pihak asing
sedangkan di Banten terdapat banyak kantor pusat perdagangan eropa seperti
Portugis, Spanyol dan Inggris.
Gubernur setelah Both yaitu
Gerard Renyst (1614-1615), Laurens Reael (1615-1619) dan JP. Coen
(1619-1623;1627-1629). Pada tahun 1614 Pieter Both digantikan oleh Gubernur
Jenderal Gerard Reynst (1614-1615). Baru berjalan satu tahun ia digantikan
gubernur jenderal yang baru yakni Laurens Reael (1615-1619). Pada masa jabatan
Laurens Reael ini berhasil dibangun Gedung Mauritius yang berlokasi di tepi
Sungai Ciliwung.
Orang-orang
Belanda yang tergabung dalam VOC itu memang cerdik. Pada awalnya mereka
bersikap baik dengan rakyat. Hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan yang ada
di Nusantara juga berjalan lancar. Bahkan seperti telah djelaskan di atas,
orang-orang Belanda di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Pieter Both diizinkan
oleh Pangeran Wijayakrama untuk membangun tempat tinggal dan loji di Jayakarta.
Sikap baik rakyat dan para penguasa setempat ini dimanfaatkan oleh VOC untuk
semakin memperkuat kedudukannya di Nusantara. Lama kelamaan orang-orang Belanda
mulai menampakkan sikap congkak, dan sombong. Setelah merasakan nikmatnya
tinggal di Nusantara dan menikmati keuntungannya yang melimpah dalam berdagang,
Belanda semakin bernafsu ingin menguasai dan kadang-kadang melakukan paksaan
dan kekerasan. Hal ini telah menimbulkan kebencian rakyat dan para penguasa
lokal. Oleh karena itu, pada tahun 1618 Sultan Banten yang dibantu tentara
Inggris di bawah Laksamana Thomas Dale berhasil mengusir VOC dari Jayakarta.
Orang-orang VOC kemudian menyingkir ke Maluku. Setelah VOC hengkang dari
Jayakarta pasukan Banten pada awal tahun 1619 juga mengusir Inggris dari
Jayakarta. Dengan demikian Jayakarta sepenuhnya dapat dikendalikan oleh
Kesultanan Banten Meski Both dianggap sebagai perintis VOC namun baik Both,
Renyst atau Reael belum berhasil mewujudkan monopoli perdagangan rempah-rempah
di Maluku termasuk Kepulauan Banda. Orang Banda tetap berdagang dengan
pedagang-pedagang Inggris, Jawa, Melayu, Arab dan Cina.
Dalam rangka memperluas
pengaruh dan kekuasaannya itu, ternyata perhatian VOC juga sampai ke
Irian/Papua yang dikenal sebagai wilayah yang masih tertutup dengan hutan
belantara yang begitu luas. Penduduknya juga masih bersahaja dan primitif.
Orang Belanda yang pertama kali sampai ke Irian adalah Willem Janz. Bersama
armandanya rombongan Willem Janz menaiki Kapal Duyke dan berhasil memasuki
tanah Irian pada tahun 1606. Willem Janz ingin mencari kebun tanaman
rempah-rempah. Tahun 1616- 1617 Le Maire dan William Schouten mengadakan survei
di daerah pantai timur laut Irian dan menemukan Kepulauan Admiralty bahkan
sampai ke New Ireland. Dengan penemuan ini maka nama William diabadikan sebagai
nama kepulauan, Kepulauan Schouten. Pada waktu orang-orang Belanda sangat
memerlukan bantuan budak, maka banyak diambil dari orang-orang Irian. Pengaruh
VOC di Irian semakin kuat. Bahkan pada tahun 1667, Pulau-pulau yang termasuk
wilayah Irian yang semula berada di bawah kekuasaan
Kerajaan
Tidore sudah berpindah tangan menjadi daerah kekuasaan VOC. Dengan demikian
daerah pengaruh dan kekuasaan VOC sudah meluas di seluruh Nusantara ( Buku siswa, 2014; 23-30)
B.
Jan
Pieterszoon Coen (1619-1623; 1627-1629): ijzeren
Jan atau Jan Besi
Pada tahun1619, Heeren Zevantien VOC, menunjuk Jan
Pieterszoon Coen sebagai Gubernur Jendral. Masa jabatannya berakhir tahyn 1626.
Diantara masa itu sempat diisi oleh Pieter de Carpentier (1623-1627). Langkah
pertama JP.Coen adalah memindahkan markas besar VOC dari Ambon ke Jayakarta,
yang dianggap lebih strategis, Ambon sendiri tidak begitu memuaskan karena
dijadikan markas besar karena jalur-jalur utama perdagangan Asia: Malaka, India
(Goa), dan Jepang.
Jayakarta waktu
itu dikuasai oleh kesultanan Banten. Coenpun menyusun siasat, mula-mula ia
mendirikan bangunan beranama Mauritus
Huis, serta membangun tembok batu yang tinggi, di dalamnya ia tempatkan
beberapa meriam. Setelah itu, ia membangun tembok lagi setinggi tujuh meter
mengelilingi areal yang mereka sewa, sehingga benar-benar merupaka suatu
benteng yang kokoh. Dari benteng ini Mei 1619, Belanda menyerang Jayakarta,
membumihanguskan kraton serta hampir seluruh pemukiman penduduk. Kota Jayakarta
ini kemudian diganti namanya menjadi Batavia. Sementara itu, penguasaan oleh
Belanda membuat orang Banten bersama saudagar Arab dan Tionghoa menarik diri ke
Banten.
Batavia
senantiasa memiliki posisi yang strategis bagi VOC. Semua kebijakan dan
tindakan VOC di kawasan Asia dikendalikan dari markas besar VOC di Batavia. Di
samping itu Batavia juga terletak pada persimpangan atau menjadi penghubung
jalur perdagangan internasional. Batavia menghubungkan perdagangan di Nusantara
bagian barat dengan Malaka, India, kemudian juga menghubungkan dengan Nusantara
bagian timur. Apalagi Nusantara bagian timur ini menjadi daerah penghasil
rempah-rempah yang utama, maka posisi Batavia yang berada di tengah-tengah itu
menjadi semakin strategis dalam perdagangan rempah-rempah.
Setelah berpusat
di Batavia, VOC memperluas kekuasaan dengan melakukan pendekatan serta campur
tangan terhadap kerajaan-kerajaan di Indonesia, diantaranya Ternate, Mataram,
Banten, Banjar, Sumatera, Makasar dan Maluku. Pada masa ini terjadi mirasi
orang-orang Tionghoa ke Batavia, mereka datang dari Banten, Jambi, Palembang,
Malaka dan Tiongkok (China), kehadiran mereka dianggap penting bagi
perekonomian di Batavia, mereka aktif sebagai pedagang, buruh pabrik gula,
pengusaha toko.
Setelah
Coen mendirikan markas besar VOC di Batavia, Coen ingin merealisasikan monopoli
perdagangan pala, cengkeh di Maluku termasuk Banda. Dengan cara:
1) Mengusir orang Inggris
di Pulau Run, yang diam-diam tetap melakukan
perdagangan dengan penduduk Banda dan sekitarnya.
2)
Mengusir dan
melenyapkan penduduk asli Banda
Orang-orang
banda dieksekusi, sedang yang masih hidup dikapalkan ke Batavia dan dijual
sebagai budak. Penduduk yang melarikan diri mengalami kelaparan. Setelah
kepulauan Banda kosong dari penduduk asli, Coen mendatangkan orang dari
berbagai suku bangsa untuk bekerja di pulau ini. Umumnya berasal dari Makasar,
Bugis, Melayu, Jawa, Cina sebagian Portugis, Maluku dan Buton. VOC memberikan
hak pakai kebun-kebun pala kepada bekas tentara dan pegawai VOC. Buruh kebun
adalah budak yang di datangkan dari berbagai penjuru tanah ar. Pengelola kebun
itu wajib menjual hasil pelanya kepada VOC.
3) Menerapkan
kebijakan ekstripasi, dengan membinasakan
tanaman rempah-rempah, seperti cengkeh dan pala, dalam rangka menekan kelebihan
produksinya. Hal ini bertujuan untuk menjaga kestabilan harga cengkeh dipasaran
dunia. Sebagian isi kebijakan itu menyebutkan hanya Ambon, dan Kepulauan Lease,
yang terdiri dari Saparua, Haruku dan Nusa Laut yang boleh ditanami cengkeh
(setiap kepala keluarga diwajibkan menanam 10 cengkeh pertahun) selain wilayah
itu tidak boleh menaman pohon cengkeh. Untuk memastikan tidak ada tanaman
cengkeh maka setiap tahun VOC melakukan patroli di Maluku ( Pelayaran Hongi)
yaitu patroli melalui pelayaran keliling rutin yang dipersenjatai menggunakan
perahu jenis kora-kora yang dimaksudkan untuk memastikan tidak ada aktivitas
penanaman serta perdagangan gelap atau penyelundupan cengkeh keluar dari
Maluku. Kebijakan tersebut sangat merugikan rakyat Maluku, kemudian mereka
secara diam-diam menanam cengkeh di hutan-hutan yang dianggap jauh jari
pantauan Belanda dan hasilnya dijual secara sembunyi-sembunyi./ diselundupkan
keluar Maluku. Di pulau Seram tahun 1625 banyak petani yang dihukum karena
melakukan pelayaran gelap tersebut, dengan
menebang dan membakar semua tanaman cengkehnya.
4) Penerapan
recognite-penningen (imbalan
atau balas jasa kepada raja atau bangsawan Ternate atas diakuinya kebijakan
tata niaga (monopoli cengkeh) yang diterima raja Ternate mencapai 12.000 ringgit, sedangkan
setiap bangsawan mendapatkan 1500 ringgit.
Gubernur jendal VOC
berikutnya melanjutkan kebijakan monopoli yang telah dirintis JP. Coen,
Kebijakan Ekstripasi misalnya semakin gencar dilakukan oleh Gubernur Jenderal
Mattheus de Haan (1725-1729) dan Diedrik Durven (1729-1732).
C.
Kebijakan-kebijakan
lain guburnur jenderal pasca JP.Coen
1) Mempertahankan
monopoli
2) Menerapkan
pajak contingenten dan verplichte levarantie
3) Mencegah
penyelundupan cengkeh dan pala oleh petani dan raja setempat terutama Ternate
4) Melanjutkan
kebijakan ekstripasi dan pelayaran Hongi
5) Menghancurkan
dan mengusai pusat-pusat perdagangan Islam di Nusantara dalam rangka memperluas
wilayah perdagangan dan jangkauan monopoli. Seperti: VOC menyerang Gowa tahun
1660, yang memaksa Sultan Hasannudin menantangani Perjanjian Bongaya tahun
1667.VOC menyerang Banten 1628, karena daya tarik sebagai pelabuhan perdagangan
internasional yang ramai sejak berada di bawah Sultan Ageng Tirtayasa.
6) Memperkuat
pertahanan untuk mencegah penguasaan Nusantara oleh Inggris dengan membangun
banyak benteng dan pos pertahanan. Benteng-benteng pertahanan dibangun. Sebagai
contoh Benteng Doorstede dibangun di Saparua, Benteng Nasau di Banda, di Ambon
sudah ada Benteng Victoria, Benteng Oranye di Ternate, dan Benteng Rotterdam di
Makasar.
7) Politik
Devide at Impera
Contoh
politik Devide at Impera tersebut yaitu :
a. VOC
membantu Sultan Haji mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa yang merupakan ayahnya
sendiri sehingga dapat menguasai Banten.
b. Keberhasilan
VOC memecah-belah Kerajaan Mataram menjadi 3 : Kasunanan, Kasultanan dan
Mangkunegaran.
c.
VOC membantu Aru Palaka
(Raja Bone) melawan Sultan Hasanuddin (Sultan Makassar). Pada akhirnya terbentuklah
sebuah perjanjian yang bernama “Perjanjian Bongaya” yang mengakibatkan Makassar
jatuh ke tangan VOC.
D.
Reaksi rakyat terhadap kekejaman VOC
Dalam proses itu, jalan VOC tidak selalu mulus. Ada
banyak perlawanan dari masyarakat Indonesia. Diantaranya (1) perlawanan
kesultanan Ternate di bawah pimpinan Sultan Baabullah pada tahun 1570-1575
hingga berhasil mengusir Portugis keluar dari Maluku pada tahun 1575; (2)
serangan kesultanan Mataram ke Batavia di bawah Sultan Agung pada tahun 1628
dan 1629, karena VOC dianggap menghambat ekspansi Mataram ke Banten, dan
Mataram merasa terancam atas keberadaan VOC yang sudah lama ingin
menguasai perdagangan di Pulau Jawa.
Kemungkinan kabar tentang kesewenangan Coen sampai juga ke Mataran maka Mataram
bertekad mengusir VOC dari Pulau Jawa, meskipun serangan tersebut gagal, namun
serangan kedua cuup menghambat gerak VOC ke wilayah kesultanan Mataram (3)
perlawanan kesultanan Makassar di bawah pimpinan Sultan Hasanudin pada tahun
1666-1669 yang berakhir dengan perjanjian Bongaya ( Hapsari, Ratna. 2012: 32-51)
C. KEBANGKRUTAN VOC
|
Pada tahun 1749 terjadi perubahan
yang mendasar dalam lembaga kepengurusan VOC. Pada tanggal 27 Maret 1749,
Parlemen Belanda mengeluarkan UU yang menetapkan bahwa Raja Willem IV sebagai
penguasa tertinggi VOC. Dengan demikian, anggota pengurus “Dewan Tujuh
Belas” yang semula dipilih oleh parlemen dan provinsi pemegang saham
(kecuali Provinsi Holland), kemudian sepenuhnya menjadi tanggung jawab Raja.
Raja juga menjadi panglima tertinggi tentara VOC. Dengan demikian VOC berada di
bawah kekuasaan raja. Pengurus VOC mulai akrab dengan pemerintah Belanda.
Kepentingan pemegang saham menjadi terabaikan. Pengurus tidak lagi berpikir
memajukan usaha perdagangannya, tetapi berpikir untuk memperkaya diri. VOC
sebagai kongsi dagang swasta keuntunganya semakin merosot. Bahkan tercatat pada
tahun 1673 VOC tidak mampu membayar dividen. Kas VOC juga merosot tajam karena
serangkaian perang yang telah dilakukan VOC dan beban hutang pun tidak
terelakkan. Sementara itu para pejabat VOC juga semakin feodal. Pada tanggal 24
Juni 1719 Gubernur Jenderal Henricus Zwaardecroon mengeluarkan ordonansi untuk
mengatur secara rinci cara penghormatan terhadap gubernur jenderal,
kepada
Dewan Hindia beserta isteri dan anak-anaknya. Misalnya, semua orang harus turun dari kendaraan
bila berpapasan dengan para pejabat tinggi tersebut, warga keturunan Eropa
harus menundukkan kepala, dan warga bukan orang Eropa harus menyembah. Kemudian
Gubernur Jenderal Jacob Mosel juga mengeluarkan ordonansi baru tahun 1754.
Ordonansi ini mengatur kendaraan kebesaran. Misalnya kereta ditarik enam ekor
kuda, hiasan berwarna emas dan kusir orang Eropa untuk kereta kebesaran
gubernur jenderal, sedang untuk anggota dewan hindia kuda yang menarik kereta
hanya empat ekor dan hiasannya warna perak. Nampaknya para pejabat VOC sudah
gila hormat dan ingin berfoya-foya. Sudah barang tentu ini juga membebani
anggaran ( Buku Siswa, 2014: 31).
Setelah berkuasa lebih dari 200 tahun, VOC tidak dapat
lagi mempertahankan hegemoni perniagaannya. VOC lama-kelamaan menngalami
kemunduran, hingga dibubarkan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1799. Adapun
sebab-sebab pembubaran VOC sebagai berikut:
a.
Faktor internal
a.
Korupsi disemua
tingkatan, yaitu dari pegawaai rendah sampai pejabat tinggi VOC. Korupsi itu
dilakukan dengan berbagai cara, seperti: mengambil keuntungan yang menjadi hak
VOC, mengambil uang kas dan anggaran, mengajukan target setoran di bawah
potensi yang nyata agar sisa atau kelebihannya dapat di masukan ke saku
sendiri, melakukan pungutan dalam pengangkatan bupati atau kepala desa, memaksa
rakyat menyerahkan hasil bumi lebih dari ketentuan, melakukan praktik suap-
menyuap dalam rangka mendapatkan kedudukan yang strategis di VOC, memaksa
penduduk menyerahkan upeti, sengaja membiarkan beroperasinya pedagang-pedagang
ilegal sehingga pejabat atau pegawai VOC mendapatkan sumber pungutan liar
(pungli)
Gubernur
Jendral Johan van Hoorn bahkan dikabarkan berhasil menimbun harta sampai 10
juta gulden ketika kembali ke Belanda pada 1709, padahall gaji resminya hanya sekitar 700
gulden sebulan.
Selain
itu uang suap juga diberikan oleh mereka yang berbondong-bondong ingin menjadi
karyawan VOC. Jumlah uang suap bahkan ditetapkan oleh pengurus VOC di Belanda,
yaitu sebesar 2000 gulden untuk menjadi kapitain, 120 gulden untuk menjadi
kopral.
b.
Sebagian pegawai
VOC (termasuk gubernur-gubernur jendralnya) ikut serta dalam kegiatan
perdagangan rempah-rempah demi kepentingan dirinya sendiri, sesuatu yang
sebetulnya tidak etis, ilegal dan merugikan kepentingan VOC.
c.
Perdagangan gelap
merajalela, yang menerobos monopoli perdagangan VOC. Perdagangan gelap ini
sebagian difasilitasi oleh pejabat-pejabat VOC yang korup, sebab mereka,
mendapatkan setoran liar dari aktivitas tersebut.
d.
Anggaran biaya
untuk para pegawai sangat besar karena makin meluasnya kekuasaan VOC. Hal ini
tidak seimbang dengan penghasilan VOC yang semakin menurun.
e.
Biaya perang yang
digunakan untuk menanggulangi perlawanan rakyat seperti perang yang Diponegoro
di Jawa, perang Gowa-Makasar sangat besar. Akibatnya, utang VOC menumpuk. Total
uang VOC saat dibubarkan 134,7 gulden. Semua utang dan kekayaa VOC yang
ditinggalkan seperti kantor, gudang, benteng, kapal dan wilayah kekuasannya di
Nusantara diambil alih oleh pemerintah Belanda.
f.
Adanya persaingan
dari perserikatan dagang lainnya seperti East Indian Company (Inggris) dan
Compagnie des Indes (Perancis); para pejabat dan pegawai VOC yang korup membuat
persaingan ini tidak dapat dimenangkan oleh VOC.
b.
Faktor eksternal
Pada tahun 1795 Perancis di bawah Napoleon Bonaparte
menguasai Belanda dan mendirikan Republik Bataaf (1795-1806). Sebelumnya pada
tahun yang sama atas dukungan Perancis, raja Belanda williem V di gulingkan
oleh kaum republikan (Belanda). Belandapun kembali menjadi republik. Sementara
itu, raja Belanda williem V menyingkir ke Inggris (1795). Republik baru ini
menjadi semacam negara bawahan (vassal) dari Perancis. Sebagai republik, Belada
menjadi sekutu Perancis dalam gerakan anti monarki melawan Inggris.
Pendudukan ini merupakan bagian dari cita-cita
imperialisme Napoleon Bonaparte untuk menyebarluaskan hasil dan cita-cita
Revolusi Perancis (1789-1799) yaitu republikanisme, kebebasan, kesetaraan dan
lain-lain keseluruh negara Eropa yang umumnya masih menganut sistem
pemerintahan monarki. Perubahan politik
ini ikut mempengaruhi kebijakan Belanda terhadap VOC. Pemerintah Republik
Bataaf memandang apa yang dilakukan VOC bertentangan dengan semangat kesetaraan
dan kebebasan, karena itu VOC pun dibubarkan tahun 1799 ( Hapsari, Ratna. 2012:
51)
silahkan buka file ini https://drive.google.com/open?id=0B_9m_884T_LTVEVIOHh0Z3lWQm8
<iframe src="https://drive.google.com/file/d/0B_9m_884T_LTVEVIOHh0Z3lWQm8/preview" width="640" height="480"></iframe>
silahkan buka file ini https://drive.google.com/open?id=0B_9m_884T_LTVEVIOHh0Z3lWQm8
<iframe src="https://drive.google.com/file/d/0B_9m_884T_LTVEVIOHh0Z3lWQm8/preview" width="640" height="480"></iframe>
Langganan:
Postingan (Atom)